Minggu, Juli 13, 2014

Media, Panggung Propaganda

Dalam realitanya, pengaruh media begitu besar terhadap kehidupan suatu masyarakat serta budayanya. Pertumbuhan media massa, khususnya televisi, yang cukup pesat menjadikan masyarakat semakin leluasa untuk mengakses dan mendapatkan berbagai informasi yang diinginkan. Masyarakat memiliki banyak pilihan untuk mengakses berbagai informasi yang disiarkan oleh berbagai media massa tersebut. Informasi-informasi televisi tersebut cepat atau lambat akan berpengaruh pada sosial budaya masyarakat pemirsa.
Televisi juga merupakan entitas budaya karena turut berperan dalam mewujudkan majunya sebuah budaya sekaligus bisa mempengaruhi kemundurannya. Revolusi informasi dan komunikasi memberi dampak yang begitu besar terhadap pengaruh informasi yang diterima atau dikonsumsi oleh masyarakat, dalam waktu sekejap masyarakat bisa mendapatkan informasi atas kejadian tempat. Ini adalah suatu capain yang luar biasa dalam perkembangan teknologi di dunia ini.
Dalam prosesnnya berita yang begitu cepat, singkat, dan padat jelas akan memberi dampak pada kualitas pemberitaannya. Kualitas dari pemberitaan yang secepat kilat disebarluakan akan berbeda dengan pemberitaan sedikit lambat tapi dengan kualitas yang lebih baik.
Kompetisi pemberitaan membuat nilai berita itu berkurang karena esensi dari berita itu tidak begitu penting, sebab dalam pemberitaan cepat yang paling diutamakan hanya kuantitas tanpa memperhatikan kualitas. Berita yang lambat dapat menyebabkan kurangnya peminat utuk membaca, karena yang ingin dikejar adalah banyaknya penujung yang datang di berita online. Disipilin verifikasi sudah bukan nomor tiga lagi seperti yang ditulis oleh Bill Covack.
Pemberitaan yang hanya mementingkan kecepatan berita, pengejaran terget terhadap pengujung situs dan pemberitaan lewat televisi sungguh tidak semulia fungsi dari media yang tertera di undang-undang atapun di poster-poster yang terbentang di pinggir jalan yang bercerita tentang posisi atapun fungsi dari pada media itu sendiri.
Televisi yang juga memegang posisi strategis dalam pemberitaan kini semakin dipermainkan oleh penguasa demi kepentingan golongan atau individu. Hingga akhirnya masyarakat lah yang dirugikan dalam kasus tersebut. Ketika kita lihat pemberitaan media penyiaran televisi yang ada di Indonesia, terlihat bagaimana media itu tidak lagi digunakan untuk kepentingan banyak orang. Televisi hanya sebagai panggung propaganda dari segelintir orang untuk menduduki posisi tertentu, pencitraan terhadap tokoh tertentu hingga berkampanye.
Ketika beberapa TV berita sibuk dengan politik dan pemberitaan penuh selama 24 jam, TV lain hanya sibuk menayangkan sinetron, film hingga penayangan lawak yang sungguh tidak bermutu dan hanya mencari tingginya rating agar mendapatkan iklan banyak. Edukasi dalam setiap segmen pemberitaan tidak lagi menjadi priotas, sebab TV hanya berlomba mencari keuntungan dari iklan, ini yang membuat fungsi-fungsi dari media itu sendiri sedikit dikesampingkan.
Iklan yang menjadi pintu utama masuknya modal atau keuntungan membuat iklan-iklan yang ditayangkan sungguh tidak layak untuk ditonton. Tak ada nilai yang mendidik, yang ada hanya menciptakan masarakat yang konsumtif. Selain itu iklan-iklan yang ditayangkan kebanyakan disajikan untuk mereka masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas. Media yang menetukan opini publik memberi pengaruh yang besar terhadap pola pikir dan pandangan masayarakat Indonesia. Tayangan yang kurang bermutu disajikan untuk masyarakat Indonesia mebuat opini dan budaya masyarakat Indonesia lari dari titik ideal.
Meminjam pernyataan Bernard Cohen, “pers lebih dari pada sekadar pemberi informasi dan opini. Pers mungkin saja kurang berhasil mendorong orang untuk memikirkan sesuatu, tetapi pers sangat berhasil mendorong pembacanya untuk menentukan apa yang perlu dipikirkan.” Maka ketika pers Indonesia sangat bermutu maka akan terciptalah masyarakat yang bermutu dan berbudaya.[p]


Kamis, Juli 10, 2014

PERANG PEMILU



Bulan juni ini memang sungguh special, seperti mi ayam baru yang di iklankan di tv – tv. Coba saja kita lihat bersama bulan juni ini. mari kita berangkat dari awal saja. Setiap tanggal satu juli itu negara kasutuan Indonesia ini mengenag sebgai Hari Bhayangkara, hari peringatan untuk seluruh kepolisian dan jajaranya. Pada zaman kerajaan majah pahit lewat patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkarayang bertugas melindungi  Raja dan  kerajaan.
Kemeriahan perta ulang tahun seolah redup oleh pergulatan politik dalam negeri, memang tidak ada kekecaun fisik yang terjadi, namun perang  sebenanrnya sudah terjadi sejak lama. Sejak   tanggal 1 juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada pertdana mentri.
Perang yang berlasung panas anatara kedua kubu, kubu PDI Perjuangan serta sekutunya dan Gerindra dengan sekutunya, bertarung demi kepercayaan rakyat Indonesia, supaya mereka yang akan menjadi pemimpin negeri selama lima tahun mendatang.
Perang terjadi juga di beberapa kota besar di Brazil, ini pengaruhnya kesluruh dunia.perang fisik otak dan stratergi terjadi setiap harinya di stadion. Pertandingan sepak pola dunia yang hanya berlasung sekali dalam empat tahun ini memang berpengruh besar terhadap dinamika kehidupan sosial di seluruh dunia, dan libuh dari pada itu, semua mata tertuju pada negara yang sudah menj8uari lima kali piala dunia. Perhelatan akbar piala  dunia ini memang menyita umat sejaga, bahakan tidak hanya manusia, para binatang juga turut dalam uforia piala dunia. Bahakan beberap diantara binatang itu kini berbubah jadi tukang sihir yang prediksi hasil pertandingan, meraka melibihi tugas dari para pengamat dan juga anlisis sepak bola.
Sejak pembukaannya 13 juli lalu dan berakir tanggal yang sama bulan ini, member rasa yang berbeda dan uforianya di Indonesia, karena pertandingan di negeri ini untuk emilih presiden terjadi pada Sembilan april, bahakan salah satyu majalah pers mahasiswa menggabarkan mascot piala dunia tahun ini dengan tulisan final 9 juli 2014. Tahun ini memang luar biasa, dalam dinamika politik yang lagi memanas menjelang pemilihan untuk menjadi presiden akan dilaksanakan pada 9 jili ini.
Kampanye sudah dilaksanakan sejak penetapan oleh Komusi Pemilihan umum  di umumkan, dua pasukan adan di adu, kedua kubu membaut strategi untuk satu tujuan yaitu kemenangan. Pemilu tahun ini adalah pemilihan yang secara lasung oleh rakyat dengan dua kandidat. Poros –poros kualisai terbentuk bahakan sejak pemilihan legislative selesai, semua menjacari parner perjuangan, tak ada yang memilih jalan lain semua seoalh dipaksa memilih seperti makan buah simalakama, karena semua jadi memilih. Partadi democrat yang awalnya mendekrasikan dirinya menjadi penentang dalam cabinet, mencari posisi tawar sendiri sebagai oposisi kini sudah bergabung keposoros satu mendukung prabowo, walupun kader- kader pecah bebas meillih untuk menyukseskan jagioan masing- masing.
Pemilihan presiden secara lansung banyak yang beranggapan sebgai capain demokasi di negeri ini. namun bukankah pemuli itu adalah persta bukan perang perubutan kekuasan, tapi persta mencari pemimpin bukan pimpinan dalam pemirintahan. Pilu kali ini adalah pemilu yang paling jelak yang pernah ada, begitulah kiranya bunyi kalimat yang diucapkan salah satu politisi senior negeri ini, dia memang bukan pengamat politik namun begitu dia berpidato depan kader- kader partainya seusai pemilihan.
Tidak salahnya karena bukan persata yang terjadi selama beberapa minggu diakir juni dan awal juli ini, perang yang memang benar- benar perang, saling hujat antara kadidat sebagi lawan politik seolah kalimat yang terus dibicarak dalam seluruh media. Saling tuding, saling mencari dan menggumbar kelemahan adalah meteode baru yang buruk dalam pestga kali ini, hingga tak jarang muncul fanatisme- fanatisme yang bodoh karena klain atas ksalahan yang terus di umbar dan menjadi satu keberan.
Seperti oabat biasa dalam pertarung, isu sara terkang muncul dan bahkan dimuncul- munculkan, kesalah- kesalah dari lawan tanding terus di hidupkan sehingga menjadi seolah olah benar adanya. Dan yang menjadi harapan sebgai pembwa berkah juga tidak datang. Pers muncul bukan lagi sebagai penyeibang dalam memantu dan menjaga pertarungan hialng dari harapan. Ucapnya sebgai pilar keempat dalam demokrasi, penjaga dalam perjalanan kekuasaan malah terjebak dalam ranah penguasa ata media. Pers tidak lagi berimbang, keberpihan butapun muncul dari setiap media, sehingga masayarakat tidak bisa mengasekses calonyang benar, belum lagi muncul media- media dakan yang hanya muncul untuk menggumbart dusta dan emembwa api kebincian, media cetak itu datang seperti jelangkung menambah prahara duka dalam jiwa setiap rakyat. Keresahan hati hingga mencul sikap politik manjadi golongan putih
Tidakkah sipa yang menang adalah pemimpi9n kita semua seluruh warga negara, bukan hanya mereka yang pro dan tem sukses- tim sukses, para simpatisan belakan. Tapi kita yang berada di sebarang dalampandangan politik juga adalah rakyatnya dari yang emang.
“ semoga peilu ini mebawa kbahagian bagi seluruh negeri seperti jerman yang bahagia dengan trofi piala dunia, tidak seperti brazil yang beduka hingga hilang krisi kepercayaan dari Tuan penguasa negeri yaitu “ Rakyat””

PEMILU, PESTA BUKAN PETAKA



oleh : Rhion Hironimus*
Pemiihan Umum merupakan pesta dalam demokrasi, Indonesia yang merupakam salah satu Nenegara demokrasi terbaik di dunia tahun ini mengadakan hajatan terbesar, untuk memilih siapa yang akan menjadi kepala Negara Nesatuan Repobik Indonesia yang sangat luas wilayahnya dan sangat padat penduduknya. Pesta yang beransung lima tahun sekali ini begitu sangat dunantikan oleh rakyat dari sabang sampai meroke dan dari miangas hingga puai rote untuk memiih pemimpinya.
Kini rakyat tidak lagi menitipkan hak-nya untuk memiih presiden pada wakil - wakilnya disenayan, namun rakyat memilih lansung dari hati nurani siapa yang pantas menjadi pemimpinya untuk lima tahun yang akan datang  secara lasung sejak tahun 2004 silam. Dua putra bangsa yang terbaik tahun ini berduel merebutkan kursi Indonesia satu, tidak lagi seperti tahun sebelumnya banyak calon yang bertarung untuk menjadi presiden, kali ini hanya ada dua, seperti partai final yang memperebutkan juara satu bukan juara dua.
Sejak disahkan KPU pada …..beberapa minggu lalu dua kandidat terus beradu, adu dalam mencari kepercayaan rakyat dengan berbagai cara adu strategi untukmenang, adu dalam tawaran program kerja. Tidak hanya dua kandidat  atau empat sosok yang berjuang mencari simpati dan kepercayaan rakyat Indonesia, bukan ribuan bahkan jutaan orang berjuang untuk memenangkan dua kandidat, tidak hanya tim sukses atau simpatisan, tidak hanya yang pandai dan paham politik semua ikut berjuang dari yang sudah lansia hingga anak-anak yang masih ingusan.
Panasnya tensi politik membuat hajatan demokrasi ini tidak lagi seperti hajatan nikah atau sukuran atas kesuksesan, walau disaat kampaye tetap ada dandutan tidak membut masyarakat terhanyut  dalam sukacita dan kesenangan dalam pemilihan. Tengok saja perang urat saraf dengan mengusung isu-isu yang merugikan kandidat lain atau informasi- informasi yang menyesatkan  dan dengan argumen – argumen yang terkadang tidak lagi  lagi menggunkan logi pemikiran dan hati nurani yang kita sebut sebagai kampe hitam itu yang membuat tidak nyaman dan tenangnya rakyat.
Masih terinagt jelas dalam alam bawa sadar kita, perkeaihan dua tukang becak ……..dijawa timur hanya gara- gara perbedaan pilihan dan pandangan mengenai siapa yang cocok untuk mejadi presiden. Perteman dan kedekatan yang sudah terjain sejak lama hilang dalam persta demokrasi yang hanya berlasung sekali daam lima tahun, Bukankah pesta seharusnya membawa rasa sukacita diantara seluruh rakyat di seluruh penjuru tanah air. Saling hujat hingga berujung pada kekerasan fisik tidaklah sepantasnya terjadi.
Media yang seharusnya cahaya bagi masyarakat, seperti yang di ucapak oleh mark twain kini seolah berbuah fungsi dalam pesta demokrasi ini. Pada hal kita semua tahu bahwa media masa  sangatlah berperan penting dalam menciptakan presepsi dan opini masyarakat. semboyan jurnalis adalah pewarta bukan pembawa petaka seperti sudah tidak lagi berfungsi dan hanya semboyan belaka, pemebiritaan- pemebritaan  yang di sajikan sungguh mengerikan dan tidak layak, bahkan jijik untuk dikonsumsi. Coba kita lihat koran obar rakyat yang hanya menyajikan hujatan-hujan pada salah satu pasangan calon presiden beredar dimasyarakat. Atau televisis – televisi yang menyajikan berita sesuka hati dan mendiskusikan materi politik dengan menghadirkan narumber yang handal namun pembahasaan yang sangat menjijikan. lantas inikah pesta demokrasi kita? Demokrasi yang katanya terbaik didunia?
Mendukung salah satu kandidat adalah hak semua orang, namun bukan berarti yang lain dijelek-jelekan, sebab kita semua tahu siapapun yang akan terpilih dan kelak menjadi presisen adalah pemimpin kita semua, dia adalah Presiden Indonesia buakan presiden para pendukungnya, presiden kita semua. Karena siapa yang terpilih menjadi atau menang dalam pemilihan besok berarti dia yang lebih dipercayai oleh seuruh rakyat dan seluruh rakyat harus menerimanya dan mendukung semua program kerjanya.
Marilah kita menjadikan pemilu tahun ini untuk benar- benar memilih pemimpin yang layak, bukan atas dasar tendisi suku ras, dan golongan namun karena program yang ditawarkan. Pemilu benar- benar pesta yang memebwa sukacita bukan dukacita antara rakyat dan malapetaka. Dan semoga yang akan terpilih menjadi presiden kelak tidak meanggap dirinya dan kelompoknya sebagai yang sempurna, dan yang kalah bukan berati tidak pantas, meainkan saling mendukung sehingga program – program yang ditawarkan bisa disatukan demi kebaikan rakyat Indonesia. 
Jadi  pemilu tidak lagi membawa malapeta bagi rakyat dan menghadirkan rasa tidaknyaman, karena teror dan isu- isu yang tidak pantas yang dimuncukan dalam kampaye, namun marilah kita beradu tawaran program yang tidak diskriminasi, singga pemilu bebar – benar hajatan demokrasi yang membawa sukacita, senang damai dan rasa nyaman bukan sebaliknya, karena pemilu adalah pesta.


* Mahasiswa pendidikan matematika