Kamis, Juli 10, 2014

PEMILU, PESTA BUKAN PETAKA



oleh : Rhion Hironimus*
Pemiihan Umum merupakan pesta dalam demokrasi, Indonesia yang merupakam salah satu Nenegara demokrasi terbaik di dunia tahun ini mengadakan hajatan terbesar, untuk memilih siapa yang akan menjadi kepala Negara Nesatuan Repobik Indonesia yang sangat luas wilayahnya dan sangat padat penduduknya. Pesta yang beransung lima tahun sekali ini begitu sangat dunantikan oleh rakyat dari sabang sampai meroke dan dari miangas hingga puai rote untuk memiih pemimpinya.
Kini rakyat tidak lagi menitipkan hak-nya untuk memiih presiden pada wakil - wakilnya disenayan, namun rakyat memilih lansung dari hati nurani siapa yang pantas menjadi pemimpinya untuk lima tahun yang akan datang  secara lasung sejak tahun 2004 silam. Dua putra bangsa yang terbaik tahun ini berduel merebutkan kursi Indonesia satu, tidak lagi seperti tahun sebelumnya banyak calon yang bertarung untuk menjadi presiden, kali ini hanya ada dua, seperti partai final yang memperebutkan juara satu bukan juara dua.
Sejak disahkan KPU pada …..beberapa minggu lalu dua kandidat terus beradu, adu dalam mencari kepercayaan rakyat dengan berbagai cara adu strategi untukmenang, adu dalam tawaran program kerja. Tidak hanya dua kandidat  atau empat sosok yang berjuang mencari simpati dan kepercayaan rakyat Indonesia, bukan ribuan bahkan jutaan orang berjuang untuk memenangkan dua kandidat, tidak hanya tim sukses atau simpatisan, tidak hanya yang pandai dan paham politik semua ikut berjuang dari yang sudah lansia hingga anak-anak yang masih ingusan.
Panasnya tensi politik membuat hajatan demokrasi ini tidak lagi seperti hajatan nikah atau sukuran atas kesuksesan, walau disaat kampaye tetap ada dandutan tidak membut masyarakat terhanyut  dalam sukacita dan kesenangan dalam pemilihan. Tengok saja perang urat saraf dengan mengusung isu-isu yang merugikan kandidat lain atau informasi- informasi yang menyesatkan  dan dengan argumen – argumen yang terkadang tidak lagi  lagi menggunkan logi pemikiran dan hati nurani yang kita sebut sebagai kampe hitam itu yang membuat tidak nyaman dan tenangnya rakyat.
Masih terinagt jelas dalam alam bawa sadar kita, perkeaihan dua tukang becak ……..dijawa timur hanya gara- gara perbedaan pilihan dan pandangan mengenai siapa yang cocok untuk mejadi presiden. Perteman dan kedekatan yang sudah terjain sejak lama hilang dalam persta demokrasi yang hanya berlasung sekali daam lima tahun, Bukankah pesta seharusnya membawa rasa sukacita diantara seluruh rakyat di seluruh penjuru tanah air. Saling hujat hingga berujung pada kekerasan fisik tidaklah sepantasnya terjadi.
Media yang seharusnya cahaya bagi masyarakat, seperti yang di ucapak oleh mark twain kini seolah berbuah fungsi dalam pesta demokrasi ini. Pada hal kita semua tahu bahwa media masa  sangatlah berperan penting dalam menciptakan presepsi dan opini masyarakat. semboyan jurnalis adalah pewarta bukan pembawa petaka seperti sudah tidak lagi berfungsi dan hanya semboyan belaka, pemebiritaan- pemebritaan  yang di sajikan sungguh mengerikan dan tidak layak, bahkan jijik untuk dikonsumsi. Coba kita lihat koran obar rakyat yang hanya menyajikan hujatan-hujan pada salah satu pasangan calon presiden beredar dimasyarakat. Atau televisis – televisi yang menyajikan berita sesuka hati dan mendiskusikan materi politik dengan menghadirkan narumber yang handal namun pembahasaan yang sangat menjijikan. lantas inikah pesta demokrasi kita? Demokrasi yang katanya terbaik didunia?
Mendukung salah satu kandidat adalah hak semua orang, namun bukan berarti yang lain dijelek-jelekan, sebab kita semua tahu siapapun yang akan terpilih dan kelak menjadi presisen adalah pemimpin kita semua, dia adalah Presiden Indonesia buakan presiden para pendukungnya, presiden kita semua. Karena siapa yang terpilih menjadi atau menang dalam pemilihan besok berarti dia yang lebih dipercayai oleh seuruh rakyat dan seluruh rakyat harus menerimanya dan mendukung semua program kerjanya.
Marilah kita menjadikan pemilu tahun ini untuk benar- benar memilih pemimpin yang layak, bukan atas dasar tendisi suku ras, dan golongan namun karena program yang ditawarkan. Pemilu benar- benar pesta yang memebwa sukacita bukan dukacita antara rakyat dan malapetaka. Dan semoga yang akan terpilih menjadi presiden kelak tidak meanggap dirinya dan kelompoknya sebagai yang sempurna, dan yang kalah bukan berati tidak pantas, meainkan saling mendukung sehingga program – program yang ditawarkan bisa disatukan demi kebaikan rakyat Indonesia. 
Jadi  pemilu tidak lagi membawa malapeta bagi rakyat dan menghadirkan rasa tidaknyaman, karena teror dan isu- isu yang tidak pantas yang dimuncukan dalam kampaye, namun marilah kita beradu tawaran program yang tidak diskriminasi, singga pemilu bebar – benar hajatan demokrasi yang membawa sukacita, senang damai dan rasa nyaman bukan sebaliknya, karena pemilu adalah pesta.


* Mahasiswa pendidikan matematika

Tidak ada komentar: