oleh : Rhion Hironimus*
Pemiihan Umum merupakan pesta
dalam demokrasi, Indonesia yang merupakam salah satu Nenegara demokrasi terbaik
di dunia tahun ini mengadakan hajatan terbesar, untuk memilih siapa yang akan
menjadi kepala Negara Nesatuan Repobik Indonesia yang sangat luas wilayahnya dan
sangat padat penduduknya. Pesta yang beransung lima tahun sekali ini begitu
sangat dunantikan oleh rakyat dari sabang sampai meroke dan dari miangas hingga
puai rote untuk memiih pemimpinya.
Kini rakyat tidak lagi menitipkan
hak-nya untuk memiih presiden pada wakil - wakilnya disenayan, namun rakyat
memilih lansung dari hati nurani siapa yang pantas menjadi pemimpinya untuk lima
tahun yang akan datang secara lasung
sejak tahun 2004 silam. Dua putra bangsa yang terbaik tahun ini berduel
merebutkan kursi Indonesia satu, tidak lagi seperti tahun sebelumnya banyak
calon yang bertarung untuk menjadi presiden, kali ini hanya ada dua, seperti
partai final yang memperebutkan juara satu bukan juara dua.
Sejak disahkan KPU pada
…..beberapa minggu lalu dua kandidat terus beradu, adu dalam mencari
kepercayaan rakyat dengan berbagai cara adu strategi untukmenang, adu dalam
tawaran program kerja. Tidak hanya dua kandidat
atau empat sosok yang berjuang mencari simpati dan kepercayaan rakyat Indonesia,
bukan ribuan bahkan jutaan orang berjuang untuk memenangkan dua kandidat, tidak
hanya tim sukses atau simpatisan, tidak hanya yang pandai dan paham politik
semua ikut berjuang dari yang sudah lansia hingga anak-anak yang masih ingusan.
Panasnya tensi politik membuat
hajatan demokrasi ini tidak lagi seperti hajatan nikah atau sukuran atas kesuksesan,
walau disaat kampaye tetap ada dandutan tidak membut masyarakat terhanyut dalam sukacita dan kesenangan dalam
pemilihan. Tengok saja perang urat saraf dengan mengusung isu-isu yang
merugikan kandidat lain atau informasi- informasi yang menyesatkan dan dengan argumen – argumen yang terkadang
tidak lagi lagi menggunkan logi
pemikiran dan hati nurani yang kita sebut sebagai kampe hitam itu yang membuat
tidak nyaman dan tenangnya rakyat.
Masih terinagt jelas dalam alam
bawa sadar kita, perkeaihan dua tukang becak ……..dijawa timur hanya gara- gara
perbedaan pilihan dan pandangan mengenai siapa yang cocok untuk mejadi
presiden. Perteman dan kedekatan yang sudah terjain sejak lama hilang dalam
persta demokrasi yang hanya berlasung sekali daam lima tahun, Bukankah pesta
seharusnya membawa rasa sukacita diantara seluruh rakyat di seluruh penjuru
tanah air. Saling hujat hingga berujung pada kekerasan fisik tidaklah sepantasnya
terjadi.
Media yang seharusnya cahaya bagi
masyarakat, seperti yang di ucapak oleh mark twain kini seolah berbuah fungsi
dalam pesta demokrasi ini. Pada hal kita semua tahu bahwa media masa sangatlah berperan penting dalam menciptakan
presepsi dan opini masyarakat. semboyan jurnalis adalah pewarta bukan pembawa
petaka seperti sudah tidak lagi berfungsi dan hanya semboyan belaka,
pemebiritaan- pemebritaan yang di
sajikan sungguh mengerikan dan tidak layak, bahkan jijik untuk dikonsumsi. Coba
kita lihat koran obar rakyat yang hanya menyajikan hujatan-hujan pada salah
satu pasangan calon presiden beredar dimasyarakat. Atau televisis – televisi
yang menyajikan berita sesuka hati dan mendiskusikan materi politik dengan
menghadirkan narumber yang handal namun pembahasaan yang sangat menjijikan. lantas
inikah pesta demokrasi kita? Demokrasi yang katanya terbaik didunia?
Mendukung salah satu kandidat
adalah hak semua orang, namun bukan berarti yang lain dijelek-jelekan, sebab
kita semua tahu siapapun yang akan terpilih dan kelak menjadi presisen adalah pemimpin
kita semua, dia adalah Presiden Indonesia buakan presiden para pendukungnya,
presiden kita semua. Karena siapa yang terpilih menjadi atau menang dalam
pemilihan besok berarti dia yang lebih dipercayai oleh seuruh rakyat dan seluruh
rakyat harus menerimanya dan mendukung semua program kerjanya.
Marilah kita menjadikan pemilu
tahun ini untuk benar- benar memilih pemimpin yang layak, bukan atas dasar
tendisi suku ras, dan golongan namun karena program yang ditawarkan. Pemilu
benar- benar pesta yang memebwa sukacita bukan dukacita antara rakyat dan
malapetaka. Dan semoga yang akan terpilih menjadi presiden kelak tidak meanggap
dirinya dan kelompoknya sebagai yang sempurna, dan yang kalah bukan berati
tidak pantas, meainkan saling mendukung sehingga program – program yang
ditawarkan bisa disatukan demi kebaikan rakyat Indonesia.
Jadi pemilu tidak lagi membawa malapeta bagi rakyat
dan menghadirkan rasa tidaknyaman, karena teror dan isu- isu yang tidak pantas yang
dimuncukan dalam kampaye, namun marilah kita beradu tawaran program yang tidak
diskriminasi, singga pemilu bebar – benar hajatan demokrasi yang membawa
sukacita, senang damai dan rasa nyaman bukan sebaliknya, karena pemilu adalah
pesta.
* Mahasiswa pendidikan matematika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar